Sabtu, 21 Desember 2013

Performa Karya Kreativitas Kelompok



kelompok 7
Laura Marsaulina 10-086
Aisyah Huwaida 11-065
Muhammad Rajief 11-117
Peforma Kreativitas
Exogenesis Symphony Part 3
A.  Latar Belakang
Untuk memenuhi tugas akhir kelas Kreativitas pada semester ini, kami diminta untuk dapat menampilkan sebuah karya kreatif kelompok. Karena kelompok kami beranggotakan bukan dari satu angkatan sedikit susah untuk bisa mengatur waktu untuk mendiskusikan tentang apa yang ingin kami tampilkan.
Seketika kami dapat berdiskusi untuk membahas ini. Kami menyadari setiap individu di kelompok kami memiliki keterbatasan dan kelebihan masing-masing sehingga sulit untuk satu suara menampilkan apa. Banyak ide yang tersampaikan namun untuk setuju dengan satu ide yang sulit. Akhirnya, salah satu anggota dari kelompok kami teringat akan satu video klip dari Muse- Exogenesis Symphony Part 3 yang ditontonnya dari YouTube dan kami setuju untuk menyajikan kembali video klip itu dengan versi kami. Alasannya karena video ini memiliki meaning yang sangat baik dan penyjian untuk penyampaian yang sangat bagus.

B.   Landasan Teori
Jika dikaitkan dengan teori 4P, kami memiliki pribadi yang bisa dibilang  cukup kreatif, dimana sebelum ide ini muncul, banyak ide-ide lain yang juga kami fikirkan. Awalnya kami sempat frustasi, karena ide –ide yang kami dapatkan sebelumnya terlalu biasa menurut kami. Kami juga tidak terlalu yakin dengan ide ini, tetapi karena adanya press atau dorongan membuat kami semakin yakin. Kami melihat konsep teman-teman kelompok lain cukup bagus, sehingga membuat kami tidak mau kalah dari mereka. Bukan hanya itu, target nilai A yang kami kejar dari matakuliah ini juga menjadi motivasi tersendiri buat kami. Dari situlah muncul proses dimana kami mencoba berfikir lebih kreatif lagi. Dengan alat dan bahan yang sederhana, kami mencoba menampilkan sesuatu yang mudah-mudahan menarik. Dan kami menghasilkan sebuah konsep ini sebagai produknya. Bukan hanya itu, penampilan nanti akan menjadi puncak produk dari apa yang telah kami pikirkan. 

C. Konsep
Di Video klip dari Muse- Exogenesis Symphony Part 3 ini berkisah tentang kisah cinta sepasang manusia. Si wanita yang memang suka dengan si pria dari pertama kenal namun si pria mengabaikannya, mengacuhkannya. Kisah ini terjadi ketika mereka sedang bersekolah hingga akhir hayatnya. Ketika dewasa, si pria sadar akan hadirnya sosok si wanita yang selalu ada buat dia dengan segala kondisi dan dengan apapun yang ia buat untuk wanita ini dan mereka tinggal bersama. Si pria bekerja keras untuk mencari nafkah, memenuhi semua kebutuhan hidupnya namun usaha sudah dibuat hasil tetap tak sesuai dengan yang diharapkan. Hingga di usia senjanya mereka tetap tidak memiliki hubungan yang sah secara sipil. Kondisi si wanita yang semakin tak berdaya, hanya bisa duduk di kursi roda. Si pria memasangkan selayar sederhana kepada si wanita dan berusaha memberhentikan waktu dan menyesali semua yang telah terjadi krena hingga akhir hayat si wanita, ia tak bisa membahagiakannya.
Deskripsi di atas disajikan dengan ilustrasi kartun hitam putih, dan dentingan bundar besar jam dinding sebagai wadah pendeskripsian kisah tersebut.
Menampilkan video klip dari Muse- Exogenesis Symphony Part 3 sebagai latar belakang dari sebuah panggung serta di panggung nanti berisikan boneka tali. Di panggung nanti ada sepasang  boneka yang menari dan sekelompok boneka yang memainkan instrument music.

D.  Alat dan Bahan serta Biaya
o  Kardus                                       : Rp. 10.000
o  Karton                                        : Rp.   5.000
o  Jarum dan Benang Jahit               : Rp.   5.000
o  Tisu                                            : Rp.   4.000
o  Origami                                      : Rp.   3.000
o  Double Tape                              : Rp.   3.000
o  Spidol                                        : Rp.   3.000
o  Selotip Kertas                            : Rp.   3.000
o  Gunting                                     : Rp.   2.000
o  Lain-lain                                    : Rp. 30.000
(Minyak, Makan, Reward)
Total                                          Rp.  68.000

E.  Proses Pembuatan
1.      Percobaan Pertama
a.       Membuat panggung atau box pertunjukan, didesain menyerupai panggung pergelaran dari kardus yang dibuat bangun ruang dilapisi karton hitam dan dibelakang disediakan tempat ruang untuk meletakkan tablet sebagai media penanyangan video tersebut. Kesimpulannya berhasil.
b.      Membuat sepasang boneka tali dari tisu dibantu dengan selotip kertas serta hiasan akhir dengan origami dan terkhir dipasangin benang agar bisa digerakkan. Namun susah buat kami untuk menggerakkan bonekanya. Kesimpulannya gagal.
2.      Percobaan Kedua
Membuat boneka panggung dan boneka jari namun setelah selesai terhalang saat ingin ditampilan karena ruang panggung atau box pertunjukan yang terbatas. Kesimpulannya gagal.
3.      Percobaan Ketiga
Membuat figure dari personel band Muse dan seperti membuat maket di dalam panggung atau box pertunjukan. Kesimpulannya berhasil.

F.     Hasil
Pada tanggal 5 desember 2013 kami menampilkannya pada kelas kreativitas. Box pertunjukan berisikan figure personel Muse dan di latar belakangi video tersebut.

G.    Evaluasi
a.       Terdapat beberapa kendala teknis penyampaian :
1.    Hasil dari karya kami tidak bisa dilihat dengan jelas oleh semua peserta kelas karena ukurannya sehingga kami menampilkannya di atas panggung kelas tanpa kordinasi sebelumnya.
2.    Speaker yang tidak berfungsi dengan baik sehingga tujuan penyampaian kami tidak dapat di transfer dengan baik.
b.      Bagi kelompok :
1.    Ternyata semua yang direncanakan semua yang diharapkan tidak dapat terlakasana dengan baik. Bukti bahwa setiap manusia memiliki kelemahan.
2.    Anggapan peserta kelas terhadap hasil yang kami buat bahwa tidak ada proses kreatif dari hasi yang kami sampaikan karena hanya menyampaikan bentuk karya orang lain.
H.      Kesimpulan
Ternyata pernyataan bahwa manusia hanya bisa merencakan dan Tuhan yang memutuskan benar adanya. Permasalahn teknis saat penyampaian hasil tidak ada yang menyangkanya. Kami sudah berusaha menampilkan sesuai dengan konsep awal dan membuatnya dengan tiga kali percobaan. Hasilnya juga membuat kami puas karena figure yang kami buat sangat detail bisa diperhatikan hingga hal terkecil. Anggapan peserta kelas yang seperti itu tidak bisa kami salahkan karena benar adanya hanya saja jika peserta kelas dapat memahami proses yang kami jalanin sehingga bisa menampilkan hasil seperti itu.

PEMBELAJARAN DAN TEKNIK KREATIF 3



Bab IX Teknik dan Pemecahan Masalah Secara Kreatif

A.    Teknik Kreatif Tingkat I 
1.      Memberikan Pemanasan (Warming Up) 
Sebelum mengerjakan tugas, siswa diberi pemanasan yaitu seperti siswa memerlukan switch mental dari proses pemikiran reproduktif dan konvergen ke proses pemikiran divergen dan imajinatif. Tugas atau kegiatan yang bertujuan meningkatkan pemikiran dan sikap kreatif menuntut cara dan sikap belajar yang berbeda, lebih bebas, terbuka, dan tertantang untuk berperanserta secara aktif dengan memberanikan diri dan senang memberikan gagasan sebanyak mu ngkin. 
2.      Sumbang Saran (Brainstorming) 
Teknik ini dikembangkan oleh Alex F. Osborn yaitu teknik yang ampuh untuk meningkatkan gagasan jika diajarkan dan diterapkan dengan tepat (Shallcross, 1985). Osborn, pendiri dari Creative Education Foundation, dalam bukunya Applied Imagination menentukan empat aturan dasar untuk sidang sumbang saran, yaitu : 
      a.       Kritik tidak dibenarkan atau ditangguhkan 
      b.      Kebebasan dalam memberikan gagasan 
      c.       Gagasan sebanyak mungkin 
      d.      Kombinasi dan peningkatan gagasan 

B.     Teknik Kreatif Tingkat II 
1.      Synectics 
Teknik ini dikembangkan oleh William J.J. Gordon dan menggunakan teknik berpikir kreatif yang menggunakan analogi dan metaphor (kiasan) untuk membantu pemikir menganalisis masalah dan mengembangkan berbagai sudut tinjau (Feldhusen & Treffinger, 1980). Ada tiga jenis analogi yang digunakan dalam teknik ini yaitu : 
a.       Analogi fantasi : dalam hal ini siswa mencari pemecahan yang ideal untuk suatu masalah, termasuk solusi yang aneh atau tidak lazim. 
b.      Analogi langsung : siswa diminta untuk menemukan situasi masalah sejajar dalam situasi kehidupan nyata 
c.       Analogi pribadi : menuntut siswa menempatkan dirinya dalam peran masalah itu sendiri. 
2.      Futuristics 
Tokoh terkenalnya adalah Toffler (1981), mengatakan bahwa siswa perlu dibantu dalam mengaitkan perubahan yang akan terjadi di dunia dengan perubahan dalam kehidupan mereka sendiri. dalam hal ini pengertian futuristics sendiri adalah mengajar dengan pandangan masa depan (futuristic point of view) amat penting agar siswa berbakat kelak dapat menggunakan kemampuan mereka untuk membantu mencipta masa depan. Tujuan khusus untuk mengajar dengan pandangan masa depan adalah : 
a.       Memberikan siswa cara-cara berpikir ten tang masa depan yang lebih baik, lebih canggih, dan lebih positif. 
b.      Membekali siswa dengan keterampilan dan konsep yang perlu untuk memahami sistem-sistem yang kompleks 
c.       Membantu siswa menemukenali dan memahami masalah-masalah utama yang timbul di masa depan 
d.      Membantu siswa memahami perubahan dan bagaimana menghadapinya 

C.    Teknik Kreatif Tingkat III 
1.      Pemecahan Masalah Secara Kreatif 
Proses Creative Problem Solving (CPS) atau pemecahan masalah secara kreatif (PMK) dikembangkan oleh Parnes, presiden dari Creative Problem Solving Foundation (CPSF). Proses ini meliputi lima langkah yaitu : menemukan fakta, menemukan masalah, menemukan gagasan, menemukan solusi, dan menemukan penerimaan. 
2.      Proses Lima Tahap (Shallcross) 
Shallcross (1985), membedakan antara primary creativity dengan secondary process creativity. Kreativitas primer adalah proses pemecahan masalah secara ilmiah oleh pikiran kita, karena pemikir tidak menyadari bahwa terjadi suatu proses. Sedangkan pada kreativitas sekunder ada peningkatan kesadaran dalam pemecahan yang berlangsung melalui beberapa tahapan.

PEMBELAJARAN DAN TEKNIK KREATIF 2



BAB VIII : MODEL BELAJAR MENGAJAR KREATIF

A.    Peranan Model dan Taksonomi dalam Perencanaan Kurikulum
      Banyak model yang telah dikembangkan untuk melandasi kurikulum anak berbakat. Beberapa dari model tersebut khusus dirancang untuk anak berbakat; beberapa lainnya dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan atau proses diri semua anak.
      Mengapa model-model ini dipilih didasarkan atas beberapa partimbangan (Parke, 1989). Pertama, setiap model membangun keterampilan yang penting bagi anak berbakat dan meningkatkan kemampuan siswa untuk mencapai sasaran belajar. Kedua, model-model ini dapat digunakan untuk siswa dengan kemampuan yang beragam seperti didalam kelas biasa, sehingga anak berbakat tidak terpisah dari siswa lainnya. Ketiga, model-model ini mudah digunakan, mudah dipahami dan diterapkan didalam kurikulum. Keempat, dengan model-model ini kreativitas siswa pada umumnya, dan khususnya kreativitas siswa berbakat dapat dikembangkan.

B.     Taksonomi Bloom untuk Sasaran Ranah Kognitif
      Di Indonesia Taksonomi Bloom tidak asing lagi dalam penyusunan program kurikulum. Model ini meliputi enam tingkat keterampilan berpikir yang dimaksudkan sebagai dasar untuk mengklasifikasikan sasaran pendidikan. Namun sekarang, Taksonomi Bloom banyak digunakan untuk merencanakan dan mengevaluasi kegiatan belajar sedemikian sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan kognitif mereka sepenuhnya.
      Model Taksonomi Bloom terdiri dari enam tingkat perilaku kognitif, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tingkat pengetahuan menyangkut kemampuan siswa untuk mengingat, pemahaman adalah kemampuan untuk mengingat dan menggunakan informasi tanpa perlu menggunakannya dalam situasi baru atau berbeda. Pada tingkat penerapan, siswa harus mampu menggunakan informasi dengan cara baru atau dalam situasi baru. Pada tingkat keempat analisis, meliputi kemampuan untuk memisahkan suatu bahan menjadi komponen-komponen untuk melihat hubungan dari bagian-bagian dan kesesuaiannya. Sintesis ialah kemampuan untuk menggabung bagian-bagian menjadi keseluruhan yang baru. Tingkat terakhir yaitu evaluasi yaitu meliputi kemampuan membuat pertimbangan atau penilaian untuk membuat keputusan atas dasar internal (keajegan, logika, ketepatan) atau eksternal (dibandingkan karya, teori, atau prinsip dalam bidang tertentu).
      Manfaat penggunaan Taksonomi Bloom adalah digunakan sebagai cara untuk mengembangkan dan mengevaluasi pertanyaan yang diajukan guru kepada siswa. Dengan mengembangkan keterampilan untuk mengajukan pertanyaan pada setiap tingkat dari taksonomi, guru merangsang siswa untuk lebih menggunakan kemampuan kognitif mereka dan mengembangkan keterampilan berpikir tinggi.

C.    Model Struktur Intelek dari Guilford
      Guilford (1981, 1985) menciptakan suatu teori tentang intelegensi yang digambarkan dalam bentuk kubus tiga dimensi yang dimaksudkan untuk menampilkan semua kemampuan intelek manusia. Ketiga dimensi atau mantra itu ialah konten, produk, dan operasi. Guilford membedakan empat kategori materi, yaitu figural, simbolik, semantik, dan perilaku. Enam kategori produk yaitu unit, kelas, hubungan, sistem, transformasi, dan implikasi; dan lima kategori operasi, yaitu kognisi, ingatan berpikir divergen, berpikir konvergen, dan evaluasi.

D.    Model Multiple Talents dari Taylor
      Model ini merupakan hasil penelitian dan karya dalam bidang kreativitas yang dilakukan oleh Calvin Taylor dari University of Utah. Ia berpendapat bahwa tidak hanya bakat akademis yang perlu dipupuk dan dihargai disekolah; dalam modelnya ia membedakan enam talenta yang dapat dikembangkan disekolah. Menurut pandangan Taylor, hampir setiap orang berbakat dan bertalenta dalam bidang tertentu modelnya dapat digunakan sebagai curriculum guide.  Program dapat disusun untuk mengajar konten akademik, kreativitas, keterampilan merencanakan, komunikasi, prediksi (forecasting), dan pengambilan keputusan.
       Metode Taylor juga disebut Multiple Talent Poles (Rimm, 1985) karena secara figural menempatkan posisi anak pada tiang totem sesuai dengan tingkat kemampuan mereka. Setiap bidang talenta diumpamakan sebagai tiang totem. Anak yang tinggi dalam talenta tertentu ditempatkan pada posisi di atas di tiang totem, dan yang rendah dalam bidang talenta ditempatkan pada posisi bawah di tiang totem.

E.     Model Treffinger untuk Mendorong Belajar Kreatif
      Kreativitas merupakan salah satu kemampuan yang hendak ditingkatkan dalam kebanyakan program anak berbakat. Jadi perlu ditumbuhkan iklim di dalam kelas yang menghargai dan memupuk kreativitas dalam semua segi.
     Model ini mendorong belajar kreatif merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan. Model ini juga menggambarkan susunan tiga tingkat yang mulai dengan unsur-unsur dasar dan menanjak ke fungsi-fungsi berpikir kreatif yang lebih majemuk seperti siswa terlibat dalam kegiatan membangun keterampilan pada dua tingkat pertama untuk kemudian menangani masalah kehidupan nyata pada tingkat ketiga.
      Model Mendorong Belajar Kreatif dari Treffinger paling efektif jika diadaptasi untuk penggunaan kurikulum secara menyeluruh, karena memungkinkan modifikasi baik dari konten, proses, produk, maupun lingkungan. Namun kekuatannya yang terbesar adalah dalam modifikasi proses dan produk.

F.     Model Enrichment Triad dari Renzulli
      Model Enrichment Triad dari Renzulli (1977) dapat digunakan untuk program pengayaan anak berbakat, mencakup banyak kesempatan untuk mengembangkan keterampilan, memberikan guru suatu cara untuk menangani kecepatan dan kedalaman belajar serta minat yang beragam dari anak berbakat. Renzulli  merumuskan pengayaan sebagai “ pengalaman atau kegiatan yang diluar/ atas scope kurikulum biasa”. Model ini menggunakan tiga jenis pengayaan untuk memberikan program yang sesuai bagi anak berbakat: general exploratory activities, group training activity, dan small group investigations of real-word problems.  Kedua jenis pengayaan pertama bermanfaat bagi semua siswa, sedangkan jenis ketiga, penyelidikan perorangan atau sekelompok kecil mengenai masalah dunia nyata, paling tepat untuk anak berbakat.

G.    Model Williams untuk Perilaku Kognitif-Afektif di Dalam Kelas
Model kurikulum lainnya yang bermanfaat dalam merencanakan pembelajaran dalam bidang kreativitas adalah Model for Implementing Cognitive-Affective Behavior in the Classroom dari Williams (Parke, 1989). Model ini berlandaskan pemikiran bahwa kreativitas perlu dipupuk secara menyeluruh dalam kurikulum dan bahwa siswa harus mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dalam semua bidang kegiatan mereka. Model ini menampilkan secara tiga dimensional bagaimana kurikulum, strategi mengajar, dan perilaku siswa berinteraksi dalam meningkatkan pemikiran.

H.    Taksonomi Sasaran Belajar Efektif dari Krathwohl
      Taksonomi Sasaran Pendidikan: dikembangkan oleh ahli pendidikan yang sama yang bertanggung jawab untuk taksonomi sasaran pendidikan. Taksonomi Krathwohl meliputi seperangkat keterampilan yang dapat dikembangkan pada siswa yang berkenaan dengan cara mereka merasa.
      Taksonomi Ranah Efektif dari Krathwohl terdiri dari lima tingkat: menerima (receiving), kesediaan untuk berespons (willingness to respond), menghargai (valuing), menyusun sistem nilai (organizing a value system), dan perwatakan (characterization) oleh kompleks nilai.

I.       Model Pendidikan Integratif (Clark)
      Model Integrative Education dari Clark (1986) didasarkan atas riset tentang otak/ pikiran dari dasawarsa terakhir. Kekuatan dari model ini adalah pendekatannnya yang terpadu dalam belajar melihat siswa sebagai individu yang berfungsi sepenuhnya dan mempunyai sistem interaksi yang mempengaruhi kinerja.
      Clark (1986) menggambarkan keempat bagian tersebut sebagai berikut. Fungsi kognitif meliputi kekhususan dari belahan otak kiri yang analitis, memecahkan masalah, sekuensial, evaluative, dan kekhususan dari belahan otak kanan yang lebih berorientasi spasial (keruangan) dan gestalt (keseluruhan). Fungsi afektif diungkapkan dalam perasaan dan emosi dan merupakan pintu gerbang untuk meningkatkan atau membatasi fungsi kognitif yang lebih tinggi. Fungsi fisik meliputi gerakan, penglihatan, pendengaran, penciuman, pencecapan, dan perabaan yang menentukan bagaimana kita mengamati realitas.

J.      Penggunaan Taksonomi dan Model untuk Kurikulum Siswa Berbakat
Dalam mengembangkan kurikulum untuk anak berbakat, guru dapat merasa terikat pada tuntutan kurikulum dan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Salah satu cara untuk bekerja adalah dengan memusatkan pada salah satu bidang mata pelajaran pada awalnya. Berdasarkan pengalaman atau dengan bantuan buku panduan guru, dimulai dengan mendaftar pokok atau topik utama dari pelajaran yang akan diberikan.